Hukum Orang Tidak Puasa Karena Kerja
Hukum meninggalkan puasa secara sengaja
Jika ada umat muslim yang meninggalkan puasa secara sengaja, maka hukumnya adalah dosa besar. Para ulama memiliki pendapat yang sama terkait persoalan ini, bahkan beberapa ulama pun menyatakan bahwa pendapatnya ini berdasarkan hasil ijma'.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullah berkata bahwa, "Apabila ada yang sengaja meninggalkan puasa, maka diberi sanksi sesuai keputusan pemimpin, kecuali bila ia belum atau perlu diajari dulu,” (Al Fatawa Al Kubro: 473).
Ibnu Hajar Al Haitsami rahimahullah juga menyebutkan, "Tidak mengerjakan puasa satu hari saja atau merusak puasa dengan jima’ dan bukan karena sakit atau bepergian, maka termasuk dosa besar ke-140 dan 141,” (Az-Zawajir: 323).
Dapat dikatakan bahwa meninggalkan puasa secara sengaja, hukumnya memang gak diperbolehkan dan akan mendapatkan dosa besar. Walau begitu, Allah merupakan dzat yang maha pemaaf, sehingga jika kamu pernah dengan sengaja meninggalkan puasa, maka segeralah bertaubat.
Syeikh Ibnu Baaz berkata, "Barang siapa yang meninggalkan puasa satu hari di bulan Ramadan tanpa uzur yang syar’i, maka dia telah melakukan kemungkaran besar. Namun apabila dia bertaubat, maka Allah menerima taubatnya. Dia wajib bertaubat dengan kejujuran dan penyesalan masa lalu, bertekad tidak mengulanginya, mengucapkan istigfar sesering mungkin, dan meng-qadha’ hari yang ditinggalkan."
Allah selalu membukakan pintu taubat untuk hamba-Nya yang memang ingin bertaubat. Jika sudah bertaubat, maka tanamkanlah komitmen dalam diri sendiri untuk gak mengulangi perbuatan itu lagi. Puasa Ramadan hukumnya memang wajib untuk dilaksanakan umat muslim yang sudah memenuhi syarat wajib puasa.
Muntah yang Tidak Membatalkan Puasa
Puasa tidak batal jika muntah terjadi karena tidak disengaja. Muntah ini merupakan muntah yang tidak dapat dikendalikan atau disebut juga sebagai muntah yang menguasai diri. Jadi, ketika muntah yang terjadi secara tidak disengaja, maka hukumnya adalah sah untuk lanjut berpuasa.
Muntah yang tidak dapat membatalkan puasa juga dapat meliputi muntah yang bergerak turun kembali dengan sendirinya.
Untuk mengantisipasi muntah yang terjadi, baik disengaja maupun tidak disengaja, ada baiknya untuk mengetahui apa penyebab seseorang bisa mengalami muntah. Berikut ini beberapa penyebab seseorang bisa muntah:
Beberapa jenis infeksi dan virus bisa menjadi penyebab muntah dan mual. Seseorang bisa terkena racun ketika menelan makanan atau minuman yang mengandung virus, toksin, atau bakteri, seperti Salmonella dan Escherichia coli.
Virus gastrointestinal lainnya, seperti norovirus atau rotavirus dapat terjadi karena adanya kontak dekat dengan seseorang yang sakit.
GERD merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami muntah yang paling sering ditemukan. Sakit maag atau penyakit refluks gastroesofagus (GERD) bisa menyebabkan isi perut kembali ke kerongkongan saat makan. Hal ini menciptakan sensasi terbakar yang menyebabkan mual dan muntah.
Gastroparesis dapat membuat perut mengosongkan diri jauh lebih lambat dari yang seharusnya terjadi. Gangguan ini menyebabkan adanya beberapa gejala yang mencakup mual, muntah, merasa mudah kenyang, dan pengosongan lambung yang lambat.
Gastritis merupakan peradangan di lapisan pelindung lambung. Kondisi ini bisa disebabkan oleh infeksi bakteri saluran pencernaan.
Infeksi bakteri paling umum yang menyebabkan gastritis yaitu H. pylori, yaitu bakteri yang dapat menginfeksi lapisan lambung. Gejala yang terjadi bisa mual, muntah, perasaan penuh di perut bagian atas terutama setelah makan, dan gangguan pencernaan.
Mabuk perjalanan atau mabuk laut bisa terjadi akibat perjalanan kendaraan yang bergelombang. Gerakan ini bisa menyebabkan pesan yang dikirimkan ke otak tidak sinkron dengan indra, sehingga menyebabkan mual, pusing, atau muntah.
Saksikan video di bawah ini:
Penjelasan Mengenai Fidyah dan Kewajiban Mengganti Puasa yang Ditinggalkan
Fidyah dan mengqadha puasa merupakan konsekuensi yang harus dilakukan oleh seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur (alasan syar'i yang dibenarkan). Berikut penjelasan mengenai keduanya:
Fidyah secara bahasa berarti tebusan. Dalam konteks puasa, fidyah adalah denda berupa makanan pokok yang diberikan kepada fakir miskin sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan.
Besaran fidyah disetarakan dengan satu mud (sekitar 650 gram) makanan pokok yang biasa dikonsumsi di daerah tempat tinggal orang yang wajib fidyah. Misalnya, bisa berupa beras, gandum, atau kurma.
Mengqadha puasa berarti mengganti puasa yang tertinggal di luar bulan Ramadhan. Ini adalah kewajiban bagi semua orang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur.
Tata Cara Mengqadha Puasa:
Konsultasikan dengan ulama terpercaya untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci terkait kondisi khusus Anda. Lunasi hutang puasa Ramadhan sesegera mungkin. Menjaga niat dan ketulusan saat menjalankan puasa qadha.
Baca juga: 5 Cara Berbuka Puasa Dalam Perjalanan Mudik Lebaran
Dengan demikian, penting bagi para pemudik untuk memastikan kondisi kendaraan dalam keadaan prima sebelum memulai perjalanan mudik, terutama di bulan suci Ramadhan.
Melakukan perawatan kendaraan seperti servis oli, cek aki, dan kondisi ban dapat menjadi langkah preventif yang sangat penting untuk menghindari masalah di tengah perjalanan.
Untuk memastikan kelancaran perjalanan mudik Anda, Astra Otoshop siap membantu dengan menyediakan berbagai produk suku cadang kendaraan berkualitas. Anda dapat memperoleh oli, aki, atau ban sebagai cadangan spare parts yang dapat berguna dalam situasi darurat.
Jangan ragu untuk menghubungi kami melalui layanan konsultasi 24 jam di Astra Otoshop. Anda dapat menghubungi kami melalui telepon di 1500015 atau melalui WhatsApp di nomor +62895351500015. Persiapkan kendaraan Anda sekarang dan jalani perjalanan mudik dengan aman dan nyaman. Selamat berkendara!
tirto.id - Bagaimana hukum menonton film dewasa di siang hari saat puasa Ramadhan? Apalah hal ini dapat membatalkan puasa? Kemudian, jika seorang muslim menonton film dewasa, akankah sholatnya tidak diterima selama 40 hari?
Puasa mengajarkan kita untuk senantiasa menahan diri, baik dari makan dan minum maupun nafsu lainnya. Secara bahasa (etimologi), puasa atau shiyam berarti menahan diri. Sementara itu, secara terminologi, puasa berarti menahan secara khusus dari sesuatu yang khusus, pada waktu yang khusus dari orang yang khusus.
Arti puasa menurut Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Al-Ghazi dalam Fathul Qarib Al-Mujib, menyebutkan secara syara', puasa adalah "menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan, misalnya keinginan untuk bersetubuh dan keinginan perut untuk makan, semata-mata karena taat kepada Allah, dengan niat yang telah ditentukan, mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dan dilakukan oleh seorang muslim yang berakal, suci dari haid, nifas, suci dari melahirkan serta tidak ayan dan mabuk pada siang hari”.
Terdapat sejumlah perkara, sejumlah 8 hal, yang bisa membatalkan puasa. Namun, di sana tidak tercantum menonton film dewasa. Lantas, bagaimana hukum menonton film dewasa ketika sedang berpuasa di siang hari? Apakah dapat membatalkan puasa?
Ketentuan Membatalkan Puasa Secara Sengaja untuk Pemudik
Memperbolehkan seseorang untuk membatalkan puasanya selama perjalanan mudik adalah salah satu bentuk kelonggaran dalam syariat Islam. Hal ini didasarkan pada hadis dan panduan agama yang menyatakan bahwa musafir diperbolehkan untuk tidak berpuasa selama Ramadan dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat tersebut meliputi jarak perjalanan yang ditempuh, kondisi kesehatan, dan adanya kesulitan atau bahaya selama perjalanan. Jika perjalanan mudik diperkirakan akan membahayakan kesehatan atau mengancam keselamatan pengendara, maka membatalkan puasa diperbolehkan.
Menurut penjelasan dari situs resmi Universitas Muhammadiyah Jakarta, seorang Muslim yang meninggalkan puasa Ramadan karena melakukan perjalanan jauh, wajib menggantinya di lain hari (qadha). Ini berarti bahwa puasa yang ditinggalkan saat dalam perjalanan mudik harus diganti atau di-qadha pada waktu lain setelah Ramadan.
Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa membatalkan puasa saat mudik adalah sesuatu yang sembarangan dilakukan. Keputusan untuk membatalkan puasa harus diambil dengan penuh pertimbangan dan kesadaran akan tanggung jawab agama. Muslim diharapkan untuk tetap menjaga kesalehan dan mengganti puasa yang ditinggalkan di lain waktu.
Hukum Membatalkan Puasa dengan Sengaja
Sebagian besar ulama sepakat bahwa membatalkan puasa dengan sengaja tanpa udzur syar'i yang jelas, hukumnya adalah haram dan berdosa. Sehingga orang tersebut berkewajiban untuk menggantinya.
Kewajiban berpuasa harus benar-benar dijaga dan diperhatikan, sehingga semua hal yang berpotensi membatalkan puasa harus dihindari. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan dalam salah satu ayat suci Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS Al-Baqarah: 183)
Ancaman Bagi Orang yang Sengaja Tidak Berpuasa
Jika seseorang nekat membatalkan puasanya di bulan Ramadan akan mendapat ancaman dan siksaan yang begitu pedih di akhirat. Kelak di akhirat mendapat siksaan berupa digantung tubuhnya dengan mulut yang mengeluarkan darah.
Ancaman tersebut sebagaimana telah dituliskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan HR An-Nasa'i sebagai berikut.
عَنْ أَبي أُمَامَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا. قُلْتُ: مَنْ هَؤُلاَءِ؟ قَالَ: هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
Artinya: Dari Abu Umamah berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Pada saat aku tidur, aku bermimpi didatangi dua orang malaikat membawa pundakku. Kemudian mereka membawaku, saat itu aku mendapati suatu kaum yang bergantungan tubuhnya, dari mulutnya yang pecah keluar darah. Aku bertanya: 'Siapa mereka?' Ia menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum diperbolehkan waktunya berbuka puasa'. (HR An-Nasa'i)
Oleh karena itu, Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam menjaga diri dari hal-hal yang dapat menghilangkan pahala puasa, sehingga puasa yang dijalankan tidak hanya menimbulkan rasa lapar dan dahaga.
Rasulullah SAW menyebutkan ada lima hal yang dapat menghilangkan puasa, sebagaimana tertuang dalam salah satu hadis, yaitu:
عَنْ أَبي أُمَامَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ: بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا. قُلْتُ: مَنْ هَؤُلاَءِ؟ قَالَ: هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
Artinya: Dari Abu Umamah berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Pada saat aku tidur, aku bermimpi didatangi dua orang malaikat membawa pundakku. Kemudian mereka membawaku, saat itu aku mendapati suatu kaum yang bergantungan tubuhnya, dari mulutnya yang pecah keluar darah. Aku bertanya: 'Siapa mereka?' Ia menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum diperbolehkan waktunya berbuka puasa'. (HR An-Nasa'i)
Artikel ini ditulis oleh An Nisa Maulidiyah, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Jakarta, CNBC Indonesia - Ada banyak pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai perkara yang membatalkan puasa. Salah satu hal yang paling sering ditanyakan adalah hukum muntah saat berpuasa.
Benarkah muntah membatalkan puasa?
Nabi Muhammad SAW telah menetapkan hukum tentang muntah saat berpuasa yang tertuang dalam hadis berikut ini:
"Barangsiapa muntah dengan tidak sengaja, jika ia sedang berpuasa maka tidak wajib qadha atasnya. Dan barangsiapa muntah dengan sengaja maka wajib qadha." (HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Dari hadis tersebut dijelaskan bahwa hukum muntah saat berpuasa tergantung pada apakah hal tersebut dilakukan secara sengaja atau tidak. Jika seseorang muntah secara sengaja, maka muntah dapat membatalkan puasa dan wajib untuk diganti. Sementara jika seseorang muntah secara tidak sengaja, maka puasanya akan tetap sah.
Muntah yang disengaja misalnya saat seseorang memasukkan benda asing ke mulut yang pada akhirnya memicu muntah. Baik muntahan kecil maupun besar, jika terjadi atas kesengajaan maka hal itu tetap akan membatalkan puasa.
Muntah yang membatalkan puasa juga jika seseorang yang muntah secara tiba-tiba lalu menelannya kembali padahal ia bisa memuntahkannya. Tidak hanya itu, ketika muntah tersebut sampai ke mulutnya lalu menelannya kembali, maka ia wajib mengganti puasanya. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut, sama saja dengan menelan makanan.
Video: Warga RI Mau Good Looking, Industri Kosmetik RI Makin Glowing
Apa Ancaman Bagi Orang yang Meninggalkan Puasa?
Orang yang meninggalkan puasa Ramadan tanpa ada uzur atau alasan yang dibenarkan dalam syariat Islam menghadapi ancaman serius.
Rasulullah SAW mengancam dengan siksaan yang pedih di akhirat bagi orang-orang tersebut. Hal ini karena meninggalkan puasa dengan sengaja tanpa uzur termasuk dalam dosa besar yang paling besar dalam pandangan agama Islam.
Mengapa Seseorang Boleh Membatalkan Puasa di Bulan Ramadhan?
Puasa Ramadhan adalah ibadah wajib yang tidak bisa ditawar, namun Islam sebagai agama yang penuh kemudahan memberikan keringanan bagi mereka yang mengalami kondisi tertentu.
Dalam situasi khusus, membatalkan puasa di bulan suci Ramadhan diperbolehkan. Mari kita bahas alasan-alasan yang termasuk kategori uzur atau kondisi yang dibenarkan syariat, sehingga seseorang boleh membatalkan puasanya.
Hukum Puasa Arafah Tanpa Tarwiyah
Dilansir detikHikmah, tidak dijumpai adanya dalil shahih yang mengkhususkan pelaksanaan puasa Tarwiyah. Para ulama pun menyandarkan pelaksanaannya pada hadits keutamaan beramal pada 10 hari pertama Dzulhijjah.
Hadits yang dimaksud adalah sebagai berikut:
مَا مِنْ أَيَّامِ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ العَشْرِ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعُ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
Artinya: "Tiada hari-hari yang amalan shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya, 'Tidak pula jihad di jalan Allah?' Rasulullah menjawab, 'Tidak juga jihad di jalan Allah. Kecuali seorang yang keluar dengan membawa jiwa dan hartanya dan dia tidak kembali setelah itu (mati syahid).'" (HR Bukhari no 969 dan Tirmidzi no 757).
Di samping itu, hadits yang menyebutkan keutamaan puasa Tarwiyah dihukumi dhoif atau bahkan palsu oleh para ulama. Hadits tersebut berasal dari Ali al-Muhairi dari at-Thibbi dari Abu Sholeh dari Ibnu Abbas RA. Hadits yang dimaksud adalah:
مَنْ صَامَ الْعَشْرَ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَوْمُ شَهْرٍ ، وَلَهُ بِصَوْمٍ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سَنَةٌ ، وَلَهُ بِصَوْمٍ يَوْمِ عَرَفَةَ سَنَتَانِ
Artinya: "Siapa yang puasa 10 hari, maka untuk setiap harinya seperti puasa sebulan. Dan untuk puasa pada hari tarwiyah seperti puasa setahun, sedangkan untuk puasa hari Arafah, seperti puasa dua tahun."
Ibnul Jauzi berkata mengenainya,
وهذا حديث لا يصح . قَالَ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ : الطبي كذاب . وَقَالَ ابْن حِبَّانَ : وضوح الكذب فيه أظهر من أن يحتاج إلى وصفه
Artinya: "Hadits ini tidak shahih. Sulaiman at-Taimi mengatakan, 'at-Thibbi seorang pendusta'. Ibnu Hibban menilai, 'at-Thibbi jelas-jelas pendusta. Sangat jelas sehingga tidak perlu dijelaskan.'"
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya seorang muslim boleh berpuasa Arafah tanpa didahului puasa Tarwiyah. Perlu dicatat bahwasanya puasa Arafah bagi orang yang tidak berhaji hukumnya sunnah.
Namun, untuk jemaah haji yang pada 9 Dzulhijjah sedang wukuf di Arafah, disunnahkan untuk tidak berpuasa. Dikutip dari buku Amalan Awal Dzulhijjah hingga Hari Tasyrik oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Imam An-Nawawi berkata,
"Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi'i dan ulama Syafi'iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi'i secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi'iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl." (Al-Majmu 6:428)
Hadits Ummul Fadhl yang dimaksud Imam Nawawi redaksinya adalah sebagai berikut:
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِي وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمِ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفُ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
Artinya: "Dari Ummul Fadhl binti Al-Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi. Sebagian mereka mengatakan, 'Beliau berpuasa.' Sebagian lainnya mengatakan, 'Beliau tidak berpuasa.' Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya." (HR Bukhari no 1988 dan Muslim no 1123)